POWER SYNDROM PADA USIA MUDA
POWER SYNDROM PADA USIA MUDA
Beberapa hari yang lalu salah seorang staf bagian akunting datang menghadap saya untuk menyampaikan beberapa laporan. Setelah selesai membahas pekerjaan, dia kemudian bercerita bahwa pada akhir pekan nanti akan ada acara keluarga di luar kota, dan dia berencana untuk pulang lebih cepat pada hari Kamis depan dan tidak masuk kerja pada hari Jumat nya. Saya hanya menyampaikan bahwa selama tugas dan pekerjaannya sudah selesai dan bisa di delegasikan ke staf yang lain, silakan saja untuk tidak masuk kerja.
Pada hari Kamis siang, staf akunting tadi datang lagi menghadap saya untuk menyampaikan bahwa dia tidak jadi ijin dan tidak jadi berangkat ke luar kota karena tidak mendapat ijin dari Supervisornya. Ternyata dia baru mengajukan ijin kepada supervisornya pada hari Kamis pagi, dan si supervisor (mungkin) merasa ‘dilangkahi’ karena si staf sudah ijin kepada Direktur tanpa melalui Supervisornya dulu.
Saya pun menjelaskan kepada si staf bahwa hirarki jabatan di dalam perusahaan ini harus tetap dihormati, meskipun saya mencoba untuk membuka diri kepada semua karyawan dari berbagai tingkatan untuk berkomunikasi secara personal.
Memang si supervisor ini dikenal mempunyai sifat ‘moody’. Dia sudah cukup lama bekerja di perusahaan ini dan termasuk karyawan senior meskipun usianya masih muda, dan sudah membawahi beberapa staf yang usianya lebih tua.
Seseorang mendapat kesempatan memimpin, baik itu sebagai team leader, supervisor, ataupun manager, harus mampu untuk memimpin orang lain dan memimpin diri sendiri. Diri kita sendiri harus dapat kita kendalikan sesuai dengan posisi dan kewenangan yang dipercayakan kepada kita. Kita memiliki bawahan, artinya sebagian dari waktu dan pikiran kita juga harus disisihkan untuk bawahan. Karena sebagai pemimpin, kita juga bertanggungjawab atas kinerja bawahan. Bagaimana kinerja ini bisa bagus kalau kondisi dan keadaan bawahan tidak mendukung dalam meningkatkan kinerja ?
Karena itu empati kepada bawahan harus menjadi salah satu hal yang wajib dimiliki seorang pemimpin. Kita harus bisa merasakan kebutuhan, keinginan, dan bahkan ketidaknyamanan dari bawahan.
Tidak semua pemimpin muda dapat berempati kepada bawahan yang lebih tua. Pemimpin muda yang belum berkeluarga, belum pernah merasakan repotnya membagi waktu antara keluarga dan pekerjaan, tentu akan susah mengerti mengapa bawahan yang mempunyai anak-anak yang masih kecil selalu menyempatkan waktu untuk menelepon rumah minimal menayakan keadaan anak-anak di rumah. Atau sekali waktu harus minta ijin tidak bekerja karena anak sakit ataupun ada keperluan keluarga lainnya.
Sebagai orang yang diberi kesempatan memimpin di usia muda, kesempatan untuk menimba ilmu dari berbagai hal sangat terbuka. Kita jangan terbatasi oleh ‘keangkuhan’ kita yang merasa memiliki kekuasaan (meskipun terbatas) dan merasa harus dihormati, sehingga pikiran kita tidak bisa menerima ilmu, pengetahuan, dan pengalaman yang dimiliki bawahan kita yang mungkin saja jauh lebih banyak daripada yang kita miliki.
0 Comments:
Post a Comment
<< Home